Tempat Lestarinya Budaya Jawa
Bagun lagi, tidur lagi
Banguuun,
tidur lagi
Bangun tidur, tidur lagi
Bagun lagi, tidur lagi
Banguuun,
tidur lagi
Abis bangun terus mandi
Jangan lupa senam pagi
Kalau
lupa, tiduuuur lagiHehehe... Nggak gitu juga kale, mbah.... Kita bakal ‘ketinggalan kereta’ kalau molor lagi. Kita punya agenda hebat pagi ini.
Keluarga besar kelas 5 SDN Kauman 1 Malang akan sowan ke tempat kediaman Sultan, Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, di lanjut ke Taman Pintar siang harinya.
http://ensudoskop.blogspot.com/2015/04/membatik-taman-pintar-jogjakarta.html
Keraton yang besar dan indah....
Keraton tempat peninggalan benda-benda pusaka dan benda-benda kuno bersejarah, yang selama ini hanya kami lihat dan kami dengar dari tivi atau cerita orang-orang.
Terlebih, kami ingin menyaksikan para abdi dalem keraton yang begitu setia mengabdi tanpa pamrih.
Sekarang.... pagi ini.... kita akan berangkat kesana ! Luar biasa, bukan ?
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat
Keraton
Ngayogyakarta Hadiningrat, sebuah keraton yang istimewa di mata saya. Bangunan
keraton yang masih berdiri
kokoh dan terawat dengan baik sampai sekarang. Bangunan yang masih
dipergunakan sebagai tempat menjalankan pemerintahan kesultanan.
Bahkan,
di tengah derasnya arus globlalisasi dan kemajuan jaman sebuah budaya (Jawa)
tetap eksis dan lestari di tempat ini. Sebuah tempat yang dipergunakan
sebagai sentral menimba pengetahuan kebudayaan Jawa, tidak saja masyarakat umum
tetapi juga para wisatawan.
Memasuki
pelataran Alun-alun Lor dari arah
Kantor Pos Besar tampak pohon beringin kembar di tengah nya, mengapit jalan
masuk menuju pintu utama keraton.
Beringin dengan pagar di sekelilingnya ini disebut Waringin Sengkeran/Ringin Kurung (beringin yang dipagari). Masing-masing mempunyai nama Kyai Dewadaru dan Kyai Janadaru.
Tidak jauh dibelakang nya berdiri megah Bangsal Pagelaran, bangunan utama keraton.
Beringin dengan pagar di sekelilingnya ini disebut Waringin Sengkeran/Ringin Kurung (beringin yang dipagari). Masing-masing mempunyai nama Kyai Dewadaru dan Kyai Janadaru.
Tidak jauh dibelakang nya berdiri megah Bangsal Pagelaran, bangunan utama keraton.
Kita
tidak dapat masuk melalui pintu utama namun melalui pintu yang berada di
samping kanan (barat) keraton dengan menyusuri jalan Rotowijayan.
Pintu ini dikenal sebagai Tepas Pariwisata (Regol Keben).
Disinilah tempat kita membeli tiket masuk, Rp.12.500,- /orang ditambah Rp.1000,- bila ingin mengambil foto.
Suasana teduh dan nyaman menyambut para pengunjung yang datang.
Tidak ketinggalan bangunan berarsitektur jawa kuno berdiri ramah....
Mempersilahkan siapa saja untuk
melihat....
mengamati....
mengagumi....
tiap bagian diri maupun ornamen nya yang telah berusia ratusan tahun.
Sri Manganti
Pintu ini dikenal sebagai Tepas Pariwisata (Regol Keben).
Disinilah tempat kita membeli tiket masuk, Rp.12.500,- /orang ditambah Rp.1000,- bila ingin mengambil foto.
Suasana teduh dan nyaman menyambut para pengunjung yang datang.
Tidak ketinggalan bangunan berarsitektur jawa kuno berdiri ramah....
Mempersilahkan siapa saja untuk
melihat....
mengamati....
mengagumi....
tiap bagian diri maupun ornamen nya yang telah berusia ratusan tahun.
Sri Manganti
Dari Tepas Pariwisata kita
akan memasuki kompleks Sri Manganti.
Di sini terdapat bangsal dengan peralatan gamelan yang tidak saja lengkap tetapi juga indah.
Di tempat inilah pertunjukan tari dan seni karawitan gamelan maupun event pariwisata Keraton Yogyakarta biasa digelar.
Pemandu keraton dengan setia masih menemani kami sembari memberikan penjelasan tentang tempat ini.
Di sebelah timur bangsal Sri Manganti terdapat sebuah bangsal lagi yang dinamakan Bangsal Traju Mas.
Dahulunya bangsal ini adalah tempat para pejabat kerajaan mendampingi Sultan ketika menyambut tamu. Sekarang bangsal ini sudah tidak difungsikan lagi.
Di sini terdapat bangsal dengan peralatan gamelan yang tidak saja lengkap tetapi juga indah.
Di tempat inilah pertunjukan tari dan seni karawitan gamelan maupun event pariwisata Keraton Yogyakarta biasa digelar.
Pemandu keraton dengan setia masih menemani kami sembari memberikan penjelasan tentang tempat ini.
Di sebelah timur bangsal Sri Manganti terdapat sebuah bangsal lagi yang dinamakan Bangsal Traju Mas.
Dahulunya bangsal ini adalah tempat para pejabat kerajaan mendampingi Sultan ketika menyambut tamu. Sekarang bangsal ini sudah tidak difungsikan lagi.
Di sebelah timur bangsal Traju
Mas ini terdapat dua pucuk meriam buatan Sultan Hamengku Buwono II yang
mengapit sebuah prasasti berbahasa Cina.
Persis di sebelah nya berdiri Gedhong Parentah Hageng Karaton, gedung Administrasi Tinggi Istana.
Persis di sebelah nya berdiri Gedhong Parentah Hageng Karaton, gedung Administrasi Tinggi Istana.
Dari komplek Sri Manganti ini kita akan
melihat dengan jelas sebuah pintu gerbang dengan patung raksasa Dwarapala mengapit
di kanan kirinya.
Cinkorobolo disebelah timur dan Bolobuto di sebelah barat. Pintu gerbang atau Regol Donopratopo, demikian sebutannya, adalah pintu untuk masuk ke dalam komplek Kedhaton.
Kedathon merupakan pusat keraton. Halamannya
sangat luas dengan hamparan pasir putih di permukaannya. Disini terdapat Bangsal Kencono
yang menjadi balairung utama keraton. Di tempat ini lah dilaksanakan berbagai upacara
untuk keluarga kerajaan maupun upacara kenegaraan. Di kompleks ini tidak semua
bagian bangunan terbuka untuk umum, khususnya dari Bangsal Kencono ke arah
barat.
Berhadapan dengan bangsal Kencono
berdiri bangunan Gedhong Purworetno, bangunan yang menjadi kantor semasa
Sultan Hamengku Buwono V.
Di sebelah barat Gedhong Purworetno berdiri megah bangunan Gedhong Jene. Sebuah bangunan tempat tinggal resmi (official residence) Sultan yang sedang bertahta. Bangunan yang didominasi warna kuning pada pintu dan tiangnya ini dipergunakan sampai masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono IX.
Di komplek Kedhaton ini anak-anak berpencar secara berkelompok. Dengan antusias dan tak kenal lelah mengumpulkan segala informasi yang diperlukan sebagai bahan laporan tugas.
Cinkorobolo disebelah timur dan Bolobuto di sebelah barat. Pintu gerbang atau Regol Donopratopo, demikian sebutannya, adalah pintu untuk masuk ke dalam komplek Kedhaton.
Di sebelah barat Gedhong Purworetno berdiri megah bangunan Gedhong Jene. Sebuah bangunan tempat tinggal resmi (official residence) Sultan yang sedang bertahta. Bangunan yang didominasi warna kuning pada pintu dan tiangnya ini dipergunakan sampai masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono IX.
Di komplek Kedhaton ini anak-anak berpencar secara berkelompok. Dengan antusias dan tak kenal lelah mengumpulkan segala informasi yang diperlukan sebagai bahan laporan tugas.
Koleksi kuno dan bersejarah yang disimpan tersebar di berbagai ruangan maupun dalam kotak kaca mulai dari keramik dan barang pecah belah, senjata, foto, tandu hingga aneka jenis batik beserta proses pembuatannya.
Tidak hanya melulu bangunan atau benda yang bisa dilihat, para pengunjung juga bisa menikmati pertunjukan karawitan atau seni tari/wayang sesuai dengan jadwal yang telah ada.
Teristimewa dari itu semua,
kita bisa menyaksikan aktivitas abdi dalem yang sedang melakukan tugasnya sehari-hari.
Pekerjaan yang dilakukan dengan tulus dan ikhlas. Pengabdian yang dilakukan
tanpa pamrih, semata-mata demi rasa hormat dan cintanya terhadap sang junjungan,
Sri Sultan. Sungguh luar biasa.... Membuat saya takjub dan kagum atas kesetiaan
para abdi dalem ini.
Beruntung sekali, saat kami
hendak mengakhiri kunjungan ada pertunjukan karawitan gamelan.... Sebuah
kesempatan baik yang tidak bisa di dapat setiap saat. Tentu saja tidak boleh
dilewatkan, bukan ?
Neng
nong neng gung.... Neng nong neng gung.... Kami pun terbuai dengan merdunya
alunan gamelan yang berkumandang....
Jogjakarta, Rabu Kliwon, 01 April 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar