Sabtu, 25 April 2015

Candi Borobudur - The World Heritage Site


Candi Agung Umat Budha

Adzan subuh belum lama selesai dikumandangkan ketika kami memasuki Bhumi Kalasan. Udara dingin dan segar ikut menyambut. 

Setelah kurang lebih delapan jam perjalanan.... pulas terlelap di dalam ‘kereta kencana’, kini waktunya menunaikan kewajiban, sholat subuh dan dilanjutkan dengan ‘melemaskan otot’ setelah menempuh perjalanan jauh.


Kami, keluarga besar kelas 5 SDN Kauman 1 Malang hendak ‘menjelajah’ Candi Borobudur pagi ini. 

Candi yang terletak di desa Borobudur, Magelang yang berjarak sekitar 2 jam perjalanan dari tempat kami berada saat ini. 

Sebuah candi yang sudah masyhur di penjuru dunia. 

Sebuah candi yang merupakan satu dari tujuh keajaiban dunia serta salah satu situs warisan dunia (World Heritage Site) oleh UNESCO.




Jalan raya Magelang - Jogjakarta



Tidak terasa sesaat  lagi kami sudah mencapai lokasi.
Papan penunjuk menginformasikan bahwa candi sudah dekat. 

Matahari bersinar terang. Udara cerah disertai hembusan angin sepoi. 

Lumayan banyak pengunjung yang datang. Tidak saja turis domestik seperti kami-kami ini tetapi juga wisatawan mancanegara.




Ya, sebagai  candi terbesar di Indonesia, yang dibangun oleh penganut agama Budha Mahayana pada masa pemerintahan Wangsa Syailendra, menjadikannya sebagai salah satu tujuan wisata favorit. 

Candi ini juga menjadi pusat ibadah penganut Buddha di Indonesia dan mancanegara pada setiap perayaan Trisuci Waisak berlangsung.



Para pedagang dengan sukacita menawarkan dagangannya tiap kali ada pengunjung yang datang . Ojek payung pun tidak ketinggalan menawarkan jasanya, Rp.5000,- Rp.10.000,- sekali sewa payung.

Bagi yang tidak membawa topi, maka payung ini sangat diperlukan untuk melindungi dari panasnya sinar mentari kala berada di bangunan candi nantinya.













Ada aturan untuk mengunjungi candi 

Para pengunjung yang telah dewasa diharuskan memakai kain sarung yang telah disediakan tanpa dipungut biaya alias gratis 







Memasuki candi melalui tangga sebelah timur  

Berjalan melingkari bangunan suci ini searah jarum jam melalui lorong candi (pradaksina) tingkat demi tingkat hingga mencapai tingkat tertinggi. 

Lantas untuk keluar dari dari halaman candi melalui tangga sebelah utara. 


Ada yang membuat decak kagum kala mengetahui bagaimana cara pembangunan candi. Metode pendirian yang mungkin tidak dapat di telaah menggunakan ilmu konstruksi bangunan. 

Betapa tidak, setiap batu di bangunan candi ini disambung tanpa menggunakan bahan perekat atau semen . Batu-batu tersebut hanya disambung berdasarkan suatu pola tertentu dan lantas ditumpuk ! It’s so amazing. Sebuah mahakarya yang tiada duanya.


Tumpukan balok-balok batu besar yang mampu membuat siapa saja yang datang akan berusaha untuk bisa mencapai tingkat yang paling atas. Padahal candi ini memiliki 10 tingkat dengan ketinggian sekitar 40 m. 



Di setiap tingkat terdapat beberapa stupa dengan patung Budha di dalamnya. Stupa utama yang terbesar terletak di tingkat paling atas. Berada di tengah-tengah dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang yang di dalamnya terdapat patung Budha duduk bersila dengan sikap tangan Dharmachakramudra (memutar roda dharma).


Bisa dibayangkan betapa tingginya dan juga menguras tenaga untuk bisa sampai di puncaknya, terutama dengan cuaca yang cukup panas seperti ini.  Di bawah teriknya sinar mentari anak-anak dengan riang dan sigap menaiki tingkat demi tingkat. Tenaga maupun semangat mereka memang tiada duanya. Rawe rawe rantas, malang malang tuntas.







Jogjakarta, Selasa Wage 31 Maret 2015



Tidak ada komentar:

Posting Komentar