Senin, 06 Juli 2015

Zundapp - My lovely motorcycle

Zundapp ... 
Motor lawas alias motor jaman dulu. Motor jadul made in Germany yang sekarang sudah tidak diproduksi lagi. Tentunya kini akan menjadi sesuatu yang antik.

Kapasitas mesin (cc) nya tergolong kecil, hanya 50 cc. Namun demikian tidak mengurangi performa maupun ketangguhannya. Nggak kalah dengan motor buatan Jepang yang tahunnya jauh lebih muda. Bahkan, masih cukup kenceng buat ‘ngebut’ lho !

Jalan raya Singosari setiap hari minggu menjadi ajang ‘jaga kondisi’ si ‘tua-tua keladi’. Tidak saja masih kencang ‘lari’nya namun juga tangguh. 
Bayangkan saja, dengan modal mesin cuma 50 cc masih cukup kuat buat membawa 3 orang... saya, si kecil berikut istri. Saya sampai geleng-geleng kepala dibuatnya, terlebih istri saya yang sempat ragu dan menolak buat saya bonceng. Ternyata benar-benar hebat si ‘gaek’ ini...


Dia saya miliki sejak masih bujangan. Si Zundapp Combinette 2 tak (2 stroke) buatan tahun 1961. Saya dapatkan dengan kondisi yang lumayan lengkap. Hanya cat nya saja  yang sudah overspet. Dari yang semula berwarna biru telur asin dicat ulang menjadi hijau metalik. 

Tidak masalah bagi saya. Ini tidak mengurangi original nya. Ini yang saya suka. Barang yang utuh dengan onderdil yang masih asli (orisinil).

Bentuk nya cukup unik karena di belakang bagian mesinnya ada sepasang pedal layaknya sepeda ontel. Orang yang melihat akan beranggapan itu untuk mengayuh... padahal sebenarnya tidak demikian. Ini tentunya akan membuat heran bagi yang belum tahu dan mungkin akan terasa aneh begitu tahu apa fungsinya.

Itu pedal, apabila diengkol ke depan akan berfungsi sebagai stater. Kebalikan dari motor Jepang yang kudu diengkol ke belakang untuk menghidupkan mesin. Jangan geleng-geleng dulu, masih lanjut fren... 

Nah, kemudian... apabila pedalnya ditekan ke belakang (pakai kaki tentunya, hehehe...) akan berfungsi sebagai remWeladalah... Kaget ? Heran ?  
Hahaha... itu dia... memang unik ! 
Makanya, bagi yang belum pernah nyetir bakal kerepotan, bikin pusing tujuh keliling J  karena fungsinya yang nggak lazim seperti halnya motor Jepang.

‘Kerepotan’ ini bakal berlanjut ke transmisi. Untuk memindah gigi harus menarik tuas kopling sembari memutar persneling,  yang ada di ujung stang sebelah kiri, ke arah belakang (gigi 1) lebih dulu lantas ke depan (gigi 2 dan 3). 
Cara kerjanya mirip dengan Vespa, hanya berbeda arah memutarnya. Untuk Vespa di gerakkan ke depan dulu (gigi 1) lantas berikutnya ke belakang. Jadi kebalikannya.

Kendaraan ini memiliki ciri yang khas. Sehingga tanpa melihat emblem atau wujudnya pun dengan mudah dapat dikenali kalau itu adalah Zundapp.

Skok (peredam kejut) belakangnya.... Ada dua alias dobel. Bukan tanpa alasan dibuat demikian. Ini bisa diatur keras lembutnya. Ada tuas pengatur terpasang di dekat as roda. Bisa disesuaikan dengan kondisi saat berkendara, lagi sorangan wae atau sedang boncengan. 
Woow... bener-bener keren, fren ! 


Knalpot. Seperti lazimnya knalpot yang berbentuk silinder memanjang ke belakang namun ini mirip dengan bentuk peluru terpedo. 

Suara yang dihasilkan pun benar-benar khas. Meskipun sama nyaringnya seperti halnya motor 2 tak namun beda ‘nada’ nya, sehingga tanpa melihat pun dengan gampang akan dikenali dari suaranya... 

Suara yang merdu yang membuat jatuh hati.

Velg nya. Bagi saya, bukan Zundapp namanya kalau velgnya bukan dari alumunium. Velg alumunium dengan ‘ukiran’ nama ‘weinmann’ di tengahnya. Jerman banget !

Dengan predikat barang antik tentunya sayang kalau dipakai setiap hari, eman-eman... ora ono tunggale
Kini waktunya istirahat. Sesekali saja keluar. Disamping karena usianya yang sudah tuwir juga karena spareparts nya yang sudah langka.




Terlebih kendaraan ini memberikan saya kenangan yang mendalam akan mantan pacar (yang sekarang sudah menjadi istri saya J) dan juga si kecil yang kini menjadi remaja kecil. 









Tidak ada komentar:

Posting Komentar