Sabtu, 21 Maret 2015

Upacara Pelebon Puri Agung Ubud

Kremasi Agung
by Rudy Pangemanan

Sekitar pukul 10 pagi saya berangkat dari Nusa Dua menuju Ubud untuk melihat langsung Upacara Pelebon Puri Agung Ubud. Acara ini sangat langka dan sayang untuk dilewatkan.

Jalur lalu lintas dari arah Jl. Raya Pengosekan ke Jl. Wenara Wana Monkey Forest menuju ke Ubud Market telah direkayasa demi kelancaran upacara Pelebon Puri Agung, sehingga saya langsung mengarah ke Peliatan melalui Jl. Raya Andong menuju ke Setra (Lokasi Pemakaman) tepat di ujung Jl. Raya Ubud


Di lokasi pemakaman telah banyak berkumpul warga masyarakat yang ingin menyaksikan acara Pelebon Puri Agung. Pada hari itu, ternyata tidak hanya satu kremasi yang dilaksanakan, tetapi ada tiga upacara Pelebon.

Saya semakin antusias untuk menyaksikan dan langsung berbaur di tengah keramaian. Cuaca yang sangat cerah –Panas yang sangat terik, tidak menjadi halangan sama sekali… Ritual seperti ini belum tentu ada dalam setahun sekali, bahkan mungkin lebih…



Bagaikan wartawan dari Antah-berantah News, saya mulai mengabadikan setiap momen yang menarik menurut mata dan lensa saya. 

Pelebon dari Puri Agung Ubud belum di mulai, tetapi satu iring-iringan yang mengusung Bade dan Lembu yang tidak terlalu besar namun megah terlihat memasuki lokasi.

Setelah serangkaian ritual terakhir selesai dijalankan, jenazah yang berbaring di dalam Lembu yang tidak sedikit biaya untuk mempersiapkannya dibakar. Hanya beberapa menit semua telah terbakar habis.

Ketika dari kejauhan terdengar kembali suara Gamelan Gong, seorang ibu muda yang cantik dengan kebaya khas Bali menegur saya, “There’s a priest will be cremated too…” sambil senyum penuh tanya, “emhh, do you speak English or..?” 

Saya tersenyum, “Tyiang nak Indonesia saking Manado!” Dan kami tertawa… “Kadenan nak Korea...!” lanjutnya –Ow, ternyata ni ibu penggemar K-Pop… Kaga salah dech, gue kan mirip Sule!


Dukungan dari berbagai instansi juga terlihat kompak bahu-membahu memperlancar jalannya acara. 

Pecalang, Polri dan TNI turut siaga dalam pengamanan, kabel listrik dan telepon yang melintang di tengah jalan dilepas agar Bade Pelebon tidak tersangkut, beberapa unit pemadam kebakaran juga siap di lokasi sebagai antisipasi kejadian yang tak diharapkan selama acara berlangsung.

Beberapa menit setelah kremasi jenazah sang Pendeta, terdengar lagi suara Gamelan khas Bali yang bertabuh sangat enerjik. 

Tidak hanya saya yang lari menuju ke suara gamelan itu, tetapi ratusan photographer dan videographer dari berbagai arah berebut angle untuk merekam peristiwa yang sangat kolosal.

Saya terlambat untuk melihat iring-iringan terdepan, tetapi Lembu berwarna ungu kehitaman setinggi 7.5 meter dipikul puluhan orang bergerak mantab memasuki lokasi Setra membuat mata saya hampir copot dan dagu melorot… Ohh my Gosh!…

Luar Biasa! 

Belum sempat mengkoreksi posisi dagu saya, Bade Pelebon setinggi 26 meter dengan berat tidak kurang dari 6 ton dipikul ratusan orang tiba di lokasi… 

Amazing! Incredible! Spectacular!... –saya tidak mampu menuliskan dengan kata-kata dan kalimat betapa luar biasa atmosphere pada acara Pelebon Puri Agung Ubud ini…



Puncak Acara Pelebon di Puri Agung Ubud pada tanggal 1 November 2013, merupakan ritual yang sangat besar, mewah dan sakral yang hanya diselenggarakan oleh keluarga kerajaan di Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali.

Tjokorda Istri Sri Tjandrawati yang wafat pada tanggal 14 Oktober 2013 di Singapura karena sakit adalah istri dari Pelingsir (Pemimpin Keluarga Besar) Puri Ubud, Kabupaten Gianyar Tjokorda Gde Putra Sukawati.


Sejak beliau berpulang pada usia 59 tahun, Keluarga Puri Agung Ubud yang dibantu ribuan orang terlibat dalam berbagai persiapan dan rangkaian upacara sakral selama sekitar 15 hari, termasuk pembuatan Bade Pelebon Tumpang Sia (Menara Kremasi susun 9) setinggi 26 meter dengan berat mencapai 6 Ton yang dipanggul oleh warga sebanyak  4000 orang menuju Setra (Pemakaman) yang berjarak hampir 1 Km dari Puri Agung Ubud, dan Lembu (Sapi) setinggi 7,5 meter juga  diusung ke Setra untuk kemudian dibakar beserta jenazah.



Salah satu pelajaran yang dapat saya ambil dari pengalaman ini adalah, betapa luar biasa Kesetiaan, Penghormatan dan Penghargaan warga masyarakat kepada tokoh yang menjadi panutan. 

Selain itu, Pelebon Puri Agung Ubud merupakan salah satu bukti nyata bahwa Bali tetap kokoh menghadapi gelombang modernisasi yang perlahan tapi pasti mengeliminasi budaya dan tradisi…



Respect and proud of our culture!


4 komentar:

  1. OMG....... Harapan yang nggak pernah terwujud dalam puluhan kali kunjungan ke pulau ini...... You are so lucky, buddy !!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sist... Suatu keberuntungan bisa menyaksikan pelebon di pulau dewata karena peristiwa ini nggak selalu terjadi.
      Semoga besok besok ada kesempatan ya...
      Ok... Take care

      Hapus
    2. Share di blog kita dong......

      Hapus
  2. Kesempatan yang nggak mudah, you lucky day brooo

    BalasHapus