Kamis, 12 Februari 2015

Unforgetable Journey – Sea Sand @ Gunung Bromo

Ide gila... !  
Bayangin aja, masa ke Bromo mau naik motor bebek. Iya, motor bebek 70cc. Boncengan lagi ! Mana kuaaat ... Amit amit dah. Apa nggak nekat itu namanya.  Edan beneeer... !

Kalau lewat jalan aspal sih lumrah. Masih masuk di akal. Ambil rute Pasuruan-Tongas yang jalannya mulus sampai ke pos terakhir sebelum turun ke Bromo.
Lha ini enggak, maunya lewat Poncokusumo-Gubugklakah. Rute yang membelah hutan ! Lewat tengah hutan kan serem...
Memang lebih dekat, tapi medannya cukup berat. Disamping menanjak dan berliku, kondisi jalannya sendiri belum begitu bagus. Masih makadam, bahkan di beberapa tempat malah masih berupa tanah. Cuman motor trail kayaknya yang sanggup lewat di situ.

Sigit, si empunya motor bebek nggak mau pesimis,
“Kuat rek sepedaku iki” “Opo maneh iki mari mudun mesin” 
“Wes talah... kuat, kuat...”  
Dengan semangat nya yang menggebu dia berusaha meyakinkan kami bertiga.
“Temenan tah ?” “Engko pas kari mesine tok sing tekan kono”  kelakar kami menimpali optimismenya.

Haha... Dasar anak anak muda yang dinamis dan penuh semangat. Begitulah. Selagi bisa kenapa enggak. Mumpung ada kesempatan kenapa nggak dilakonin. Genderang perang sudah ditabuh. The show must go on.  

Pagi yang cerah. Matahari pun bersinar terang. Suasana yang sungguh ceria, seceria hati kami. Yes, kami berempat sudah meluncur di jalan raya Tumpang. Lalu lintas tidak terlalu ramai. Enak dan nyaman buat mobile. Riding with the wind. Melaju dengan pasti menuju impian. Gunung Bromo dengan lautan pasirnya yang eksotik.  
Wow... Wait for us,  Bromo... We’ll come soon !

Apa yang kami kuatirkan sebelumnya ternyata terjadi. Jangankan motor nya Sigit, motorku yang cc nya lebih besar saja kewalahan. Kami harus berjibaku menaklukkan medan yang kurang bersahabat. 


Jalannya menanjak berliku dengan kondisi bebatuan yang tidak terpasang sempurna, bahkan terlepas. Ini membuat roda motor menjadi selip. Bisa mengakibatkan jatuh dari motor. Benar benar menyulitkan kami untuk melintas. Kami harus waspada dan ekstra hati hati.

Beberapa kali kami harus turun dari motor dan menuntunnya. Sempat terpeleset juga, tapi untunglah tidak sampai jatuh tersungkur. Nafas sudah ngos ngos an dan keringatpun bercucuran.  
Kalau sudah begini kudu “nyerah”. Istirahat. Lesehan dulu sembari ngoceh nyelimurake kesel, ngilangin penat di badan. Begitulah, woles saja. 
Rawe rawe rantas Malang malang tuntas. Tinggal selangkah lagi kita menjemput impian. Jalan membelah hutan yang kami lewati mulai berpasir. 
Artinya tidak lama lagi sampailah sudah... dan ooow... lihat kawan, lihat... !  Itu dibawah sana... lautan pasirnya.



Amboooi... 
Sungguh indah. Sungguh mempesona.
Membuat takjub mata memandang. Duuuh... nggak sabar rasanya pingin buru buru sampai di bawah sana.  
Melaju diatas hamparan pasir yang maha luas. Melaju bebas bersama angin yang berhembus... 
Menikmati indahnya ciptaan Yang Maha Kuasa.

Sirna sudah semua rasa penat yang melanda. Keindahan dan keelokan lautan pasir yang berpadu dengan ilalang yang menjulang menjadi obat yang mujarab. 
Sang Bromo yang menjulang anggun menjadi penawar rindu. Terlampiaskan sudah semua angan dan impian yang menumpuk selama ini. 



Bromo, bagaimana kabarmu kini setelah 30 tahun berlalu ?

Kawan...  Melky, Sigit, Tjok...  Mampukah kita mengulang kembali “perjalanan gila” itu ?  Masih sanggup kah... ?  

Yang aku tahu pasti, kawan... Itu adalah kenangan yang luar biasa !
Unforgetable memory... Once in our life time.





2 komentar:

  1. Bener bener uediannnn bro, semangat nya itu lho yang nggak ada di anak anak sekarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. he eh... aku juga nggak habis pikir, kok bisa ya ?
      biar kita skrg sdh awet tuwa, hehehe... sing penting tetap semangat kayak dulu !

      Hapus